Tedung Bali: Makna dan Penggunaannya dalam Acara Adat

You are currently viewing Tedung Bali: Makna dan Penggunaannya dalam Acara Adat

Bali yang dikenal dengan keindahannya telah meraih popularitas global. Pulau ini kaya akan tradisi dan adat istiadat, terutama dalam konteks agama Hindu. Di Bali, ritual agama Hindu dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu Nitya Yadnya dan Naimitika Yadnya. Nitya Yadnya adalah ritual yang dilakukan secara rutin setiap hari, sedangkan Naimitika Yadnya adalah ritual yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Di hari-hari tertentu, umat Hindu di Bali melaksanakan upacara keagamaan yang melibatkan berbagai perlengkapan ritual, salah satunya adalah tedung.

Menurut data dari Dinas Kebudayaan Bali, pada tahun 2023, terdapat sekitar 10.000 pura di Bali yang menggunakan tedung dalam ritual keagamaan. Diperkirakan terdapat lebih dari 100.000 tedung yang digunakan di seluruh Bali, dengan berbagai bentuk, ukuran, dan warna.

Apa itu Tedung Bali?

Tedung adalah salah satu jenis pelengkap upacara keagamaan yang berbentuk mirip dengan payung. Tedung memiliki peranan penting dalam upacara agama Hindu di Bali, terutama dalam melindungi pelinggih-pelinggih suci di merajan atau pura. Dalam bukunya “The Art of Bali: Paintings, Sculpture, Architecture” (2010), Dr. Michael Hitchcock menjelaskan bahwa tedung Bali memiliki makna simbolis yang penting dalam ritual keagamaan Hindu. Tedung melambangkan perlindungan, kesucian, dan hubungan antara manusia dengan dewa-dewa.

Tedung memiliki beragam bentuk, ukuran, warna, fungsi, dan istilah yang bervariasi. Tedung tidak sama dengan payung biasa yang digunakan dalam keseharian, seperti saat cuaca hujan atau terik matahari. 

Warna dan Makna Tedung Bali

Tedung memiliki varian warna yang digunakan dalam upacara keagamaan. Warna-warna seperti putih, kuning, hitam, merah, dan poleng sering digunakan sesuai dengan makna yang terkait.

  • Tedung putih berkaitan dengan lambang Siwa, yang melambangkan sinar suci Tuhan dalam proses peleburan alam semesta. Tedung ini diletakkan di pelinggih padmasana atau surya di setiap merajan atau pura.
  • Tedung hitam melambangkan lambang Wishnu, sinar suci Tuhan dalam upaya pemeliharaan semesta. Tedung hitam ditempatkan di sumur atau tempat penyimpanan air.
  • Tedung merah mengandung lambang Brahma, sinar suci Tuhan dalam proses penciptaan semesta. Tedung merah biasanya diletakkan di pelinggih Taksu di merajan.

Jenis-Jenis Tedung dan Fungsinya

Terdapat tiga jenis utama tedung berdasarkan ukuran: tedung agung, sedang, dan kecil.

  1. Tedung Kecil
    Memiliki tinggi sekitar satu meter, lebih sering digunakan sebagai hiasan di meja atau ruang tamu daripada dalam upacara keagamaan.
  2. Tedung Sedang
    Memiliki tinggi sekitar 2 hingga 2,5 kali lebar lingkaran atap, merupakan yang paling umum digunakan dalam upacara keagamaan dan menjadi pilihan favorit di kalangan umat Hindu di Bali.
  3. Tedung Agung
    Merupakan tedung dengan ukuran lebih besar dari ukuran tedung sedang yang umumnya jarang digunakan dalam konteks upacara keagamaan.

Dengan demikian, tedung Bali bukan hanya menjadi elemen visual dalam upacara keagamaan, tetapi juga mengandung makna spiritual yang dalam bagi masyarakat Hindu di Bali. Keberagaman bentuk, warna, dan fungsi tedung mencerminkan kekayaan budaya serta filosofi yang hidup di tengah tradisi Bali. Tedung tidak hanya berperan sebagai simbol perlindungan, tetapi juga sebagai penghubung antara dunia manusia dan alam spiritual. Keberlanjutan tradisi ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai luhur dalam kehidupan masyarakat Bali.